Banjarbaru (23/07/2017), saat ini hampir semua tipe hutan mengalami kerusakan oleh berbagai macam faktor yang terus berlangsung  dan mengancam keberadaan hasil hutan dan keanekaragaman hayati. Disisi lain adanya kebutuhan akan hasil jasa hutan dalam rangka mendukung kehidupan umat manusia. Untuk memenuhi kondisi tersebut perlu diterapkan kondisi silvikultur yang mampu meningkatkan produktivitas hutan. Peningkatan produktivitas hutan dapat dilakukan dengan teknik yang menerapkan prinsip-prinsip penting dalam pengelolaan hutan. Terkait hal tersebut, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat mengadakan Seminar Nasional Silvikultur ke-5 serta Kongres Masyarakat Silvikultur Indonesia ke-4 Tahun 2017. Hadir dalam acara mantan Menteri Lingkungan Hidup dan juga Menteri Riset, Teknologi Prof. Ir. Gt. Muhammad Hatta, MS dan narasumber Ir. Bagus Herudoyo, M.P yang merupakan Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Dr. Hanif  Faisol Nurofiq, S.Hut., M.P yang merupakan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan, Guru Besar Fakultas Kehutanan ULM dan juga Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Humas Prof. Dr. Ir. H. Yudi Firmanul Arifin, M.Sc, Akademisi Fakultas Kehutanan UGM Dr. Budiadi, M.Agr.Sc, Akademisi Fakultas Kehutanan IPB  Dr. Irdika Mastur, M.Sc serta perusahaan pengelola tambang di Kalimantan Selatan. Selain itu, Seminar yang diisi dari berbagai elemen masyarakat ini juga mempresentasikan hasil penelitian sebanyak 172 judul penelitian dan pemikiran dibidang silvikultur serta melakukan publikasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan produksi hutan lestari.

Beberapa penyampaian dari narasumber yang disampaikan pada kegiatan ini berkaitan dengan kebijakan Rehabilitasi DAS bagi pemegang ijin pinjam pakai  kawasan hutan, kebijakan revolusi hijau di Kalimantan Selatan dalam rangka kelestarian  hutan dan kesejahteraan masyarakat, silvikultur dalam pengelolaan lahan basah, pengelolaan pasca tambang, dan lain sebagainya. Kondisi hutan di Kalimantan Selatan sampai saat ini banyak mengalami kerusakan serta degradasi yang luar biasa karena berbagai macam aktivitas, seperti pembukaan lahan, pembakaran hutan, tambang dan lain sebagainya sehingga perlu ekstra tenaga untuk melakukan reklamasi pada bekas lahan tambang dan rehabilitasi terhadap hutan yang gundul. Kebijakan revolusi hijau yang dilakukan oleh pemerintah juga perlu dukungan dari berbagai pihak agar terciptanya perbaikan yang maksimal sehingga pecepatan untuk melakukan rehabilitasi bisa dilakukan dengan cepat untuk kebaikan kita semua. Prof. Yudi Firmanul Arifin, M.Sc, menyampaikan Kalimantan Selatan mempunyai 540 ribu hektar lahan yang kritis, sehingga tantangan untuk akademisi kehutanan mencari cara bagaimana untuk merehabilitasi kembali lahan yang kritis tersebut. Para ahli dalam bidang kehutanan sangat diperlukan sekali untuk berkontribusi mengembalikan lahan lahan yang dulunya terdegradasi menjadi pulih kembali sehingga mampu memberikan manfaat yang baik untuk masyarakat. (Humas ULM)