Narasumber : Ir. Karta Sirang, MS
Fakultas Kehutanan UNLAM Kamis, 03 Mei 2012
Pengelolaan hutan di Indonesia terbagi menjadi dua kelompok : pertama, pengelolaan hutan di P.Jawa, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan ke dua, pengelolaan hutan di luar P Jawa yaitu P Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Irian dan pulau-pulau kecil lainnya. Dahulu pengelolaan hutan DIY dipegang oleh dinas kehutanan, sejak tahun 2009 dilaksanakan oleh institusi KPH. Seluruh kawasan hutan di P. Jawa sudah dilakukan penataan oleh Belanda; menurut sejarah dalam penataan tersebut diperlukan waktu lebih dari 100 tahun; termasuk KPH DIY kawasannya sudah ditata sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga pada waktu dibangun KPH kawasan ini sudah siap untuk dilakukan pengelolaan.
Untuk menyusun rencana pengelolaan diperlukan data yang akurat; kita tidak bisa mendapatkan data akurat apabila alamat blok, petak, anak petak belum permanen, akibatnya data yang kita peroleh masih makro; ditambah lagi inventarisasi tidak dikerjakan sendiri secara periodik oleh yang berkepentingan (dishutda) sebagai penjamin kelestarian.
Saat ini akibat ketiadaan penataan menjadi sangat serius; di lapangan masyarakat menebang pohon (merambah hutan) tidak mengerti (mengetahui) bahwa mereka telah melanggar UU no 41 tahun 1999 pasal 50 ayat (3) poin a-e. Dan semua lahan yang bekas mereka kerjakan hasil merambah dianggap sebagai hak adat yang akan mereka pertahankan dengan berbagai cara; bahkan ada kelompok masyarakat yang mengatakan bahwa mereka akan mempertahankan hak tersebut sampai titik darah penghabisan. Di beberapa daerah apabila ada para pemegang izin (IUPHHK) akan masuk memanfaatkan kawasan harus membayar ganti rugi hak adat versi masyarakat tersebut. Akibat semua itu hampir tidak ada lagi lahan hutan negara yang clear and clean.
Di beberapa daerah terlihat jelas kurang antusias pemerintah daerah (kepala daerah) membangun KPH, baik disebabkan oleh kurangnya pemahaman tentang peranan hutan dalam kehidupan manusia maupun disebabkan ketiadaan biaya yang dapat dialokasikan sedang hasil atau pendapatan yang akan diperoleh belum jelas. Meskipun demikian; mengingat sumberdaya hutan berperan sebagai penyangga kehidupan; memperbaiki iklim mikro; hutan merupakan asset negara; dan pembangunan hutan amanat Undang-undang; ditambah lagi kondisi sebagian besar hutan sudah rusak parah, maka wajarlah menjadi tanggung jawab setiap pejabat pemerintahan di negara ini, mulai dari tingkat nasional hingga tingkat provinsi – kabupaten/kota bersama-sama seluruh rakyat Indonesia.
Selain masalah besar di lapangan, pengelolaan hutan di luar P Jawa memerlukan regulasi yang menyeluruh dan dapat diaplikasikan. Kewajiban pemerinah daerah membangun Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagimana disebutkan dalam PP no 6 tahun 2007 jo PP no 3 tahun 2008, tidak diikuti dengan aturan organisasi yang sesuai dengan kondisi daerah; sebagimana Permendagri no 61 tahun 2010; belum dapat diterima oleh Kepala Daerah (Bupati/Walikota). Akibatnya organisasi KPH tidak mandiri sebagai SKPD, tetapi masih sebagai UPT Dishutda. Hal ini terjadi karena pemahaman tentang pengelolaan hutan yang ideal belum sepenuhnya difahami dengan benar.
Pengelolaan hutan di luar P Jawa dapat dikatakan gagal yang disebabkan a. l :
1. Kawasan hutan belum ditata, yang ada hanya batas luar, dan dilakukan pembentukan unit pengelolaan sesuai dengan tapak,
2. Tidak orang (organisasi) yang mengamankan hutan dan kawasannya di tingkat tapak,
3. Berkaitan dengan poin 1 kawasan hutan tidak clear and clean, karena banyak sekali pemukiman dangan segala aktifitas masyarakatnya (batas lahan milik, – hak kelola dan – lahan hutan belum jelas), click here
4. Tidak ada manajemen dan data base yang akurat di tingkat tapak,
Untuk menjawab tantangan diatas dibangunlah KPH Produksi (KPHP) atau KPH Lindung (KPHL) seterusnya disingkat KPHP/L yang selalu berada di lapangan.
1. Pengertian Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Di dalam PP no 6 tahun 2007 pasal 1 disebutkan :
(1) Kesatuan pengelolaan hutan selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
2. Pembangunan KPH Amanat Undang-undang
Di dalam UU no 41 tahun 1999 pasal 17 ayat (1) Pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat;
a. provinsi;
b. kabupaten/kota; dan
c. unit pengelolaan.
Demikian pula dalam PP no 6 tahun 2007 jo PP no 3 tahun 2008 pasal 10 ayat
(1) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya.
(2) Dana bagi pembangunan KPH bersumber dari
a) APBN;
b) APBD, dan/atau
c) Dana lain yang tidak mengikat
Oleh sebab itu, Pemerintah, pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) harus mengambil peran dalam pembentukan KPH tersebut.
Foto-foto Kegiatan :